Sabtu, 30 Juli 2011

Mengenal CDI lebih dekat

<span class=" fbUnderline">Mengenal CDI lebih dekat</span>

CDI atau Capacitor Discharge Ignition adalah sistem pengapian pada mesin pembakaran dalam dengan memanfaatkan energi yang disimpan didalam kapasitor yang digunakan untuk menghasilkan tengangan tinggi ke koil pengapian  sehingga dengan output tegangan tinggi koil akan menghasilkan spark di busi. Besarnya energi yang tersimpan didalam kapasitor inilah yang sangat menentukan seberapa kuat spark dari busi untuk memantik campuran gas di dalam ruang bakar. Semakin besar energi yang tersimpan didalam kapasitor maka semakin kuat spark yang dihasilkan di busi untuk memantik campuran gas bakar dengan catatan diukur pada penggunaan koil yang sama. Energi yang besar juga akan memudahkan spark menembus kompresi yang tinggi ataupun campuran gas bakar yang banyak akibat dari pembukaan throttle yang lebih besar.




Skema CDI secara umum ( diambil dari www.crustyquinns.com)
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa CDI yang kita pasang untuk pengapian sangat berpengaruh pada performa kendaraan yang kita gunakan. Hal ini disebabkan karena dengan penggunaan pengapian yang baik maka pembakaran di dalam ruang bakar akan tuntas dan sempurna sehingga panas yang dihasilkan dari pembakaran akan optimal. Kenapa panas sangat berpengaruh? Karena disain dari mesin bakar itu sendiri, yaitu mengubah energi kimia menjadi energi panas untuk kemudian diubah menjadi energi gerak. Semakin panas hasil pembakaran di ruang bakar artinya semakin besar ledakan yang dihasilkan dari campuran gas di ruang bakar sehingga menghasilkan energi gerak yang besar pula di mesin. Panas disini adalah panas yang dihasilkan murni dari ledakan campuran gas bakar, bukan karena gesekan antar komponen didalam ruang bakar. Dengan kata lain panas yang dimaksudkan adalah panas ideal yang dapat dihasilkan dari pembakaran campuran gas bakar dengan energi dari sistem pengapian yang digunakan.


Bagaimana kita mengetahui besarnya energi dari sistem pengapian (pada kasus ini CDI) yang kita gunakan? Besarnya energi ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus dasar untuk menghitung energi kapasitor yaitu : e=1/2*c*v*v. Dimana c adalah besarnya kapasitor yang digunakan (dalam satuan Farad) dan V adalah tegangan yang disimpan di kapasitor tersebut. Misalkan saja kapasitor yang digunakan 1uF dan tegangan yang disimpan 300V maka energi dari kapasitor tersebut dihitung menggunakan rumus tadi adalah 45 mili Joule. Energi inilah yang akan dikirimkan ke busi melalui koil yang kemudian akan digunakan untuk memantik campuran gas di ruang bakar. Oleh karena itu semakin besar energi ini, semakin kuat spark yang dihasilkan oleh busi.



Spark energy
Besarnya energi ini biasanya (dan seharusnya) disebutkan pada spesifikasi CDI yang kita gunakan. Kenapa? Karena inilah inti dari CDI itu sendiri, yaitu energi yang dihasilkan. Disinilah kita bisa membandingkan atau memberikan suatu justifikasi bahwa sebuah CDI lebih powerfull dibandingkan CDI lain ataupun CDI bawaan standar pabrikan kendaraan. Namun bagaimana jika spesifikasi dari CDI yang kita gunakan tidak menyebutkan besarnya energi yang dihasilkan? Tentunya produsen CDI yang baik akan memberikan besaran-besaran spesifikasi lain yang digunakan oleh CDInya. Biasanya produsen akan memberikan tegangan output CDI, arus yang dikonsumsi, dan range RPM yang bisa dilayani oleh CDI tersebut. Disini masih ada satu pertanyaan untuk mencari nilai C yang digunakan, karena besarnya energi dihitung dengan nilai C kapasitor sedangkan produsen CDI memang jarang menyebutkan berapa besar C kapasitor yang digunakan.


Bagaimana kita mendapatkan besaran nilai C kapasitor? Tentu saja dengan menggunakan kembali parameter spesifikasi CDI yang diberikan oleh produsen. Dari teori rangkaian listrik pada suatu sistem bahwa jumlah daya yang dikeluarkan  maksimum sama dengan daya input (pada efisiensi 100%), maka kita dapat memperoleh selain nilai C kapasitor juga nilai energi yang digunakan. Daya input dihitung dengan P = V*I, dimana V adalah sumber tegangan untuk mencatu CDI, yaitu baterai (accu) dan I adalah arus dari baterai yang dikonsumsi CDI pada RPM maksimum yang masih dapat dilayani CDI.


Misalkan pada suatu CDI diketahui spesifikasi sebagai berikut :


tegangan kerja : 11 – 14.5 V


konsumsi arus : 0.1 – 0.75 A


tegangan output: 300 V


range RPM : 500 – 20000 rpm


Dari spesifikasi diatas dapat kita peroleh daya input CDI adalah P = 12 * 0.75, hasilnya adalah 9 watt. Disini digunakan V = 12 karena memang baterai (accu) yang umum digunakan di kendaraan (motor) adalah tipe 12 volt.  Arus (I) yang digunakan adalah 0.75 A (arus maksimum dengan acuan spesifikasi di atas) karena arus inilah yang digunakan untuk mengisi kapasitor pada RPM maksimum CDI (20000 rpm). Kenapa menggunakan acuan pada kondisi rpm maksimum? Karena CDI tersebut didisain untuk bekerja pada range RPM rendah- tinggi (500 – 20000 rpm). Semua disain CDI dihitung pada kondisi maksimum agar dapat beroperasi pada range RPM, karena pada RPM maksimum sistem CDI harus mengisi kapasitor sampai tegangan out yang ditentukan (300 V) sebelum satu putaran crankshaft. Karena setiap satu putaran crankshaft pasti tegangan tersebut akan dilepaskan ke koil sebagai akibat posisi sensor yang ditempatkan di magnet. Sehingga pengapian terjadi setiap 360 derajat atau dengan kata lain pengapian terjadi pada langkah kompresi dan langkah buang. Agar kapasitor dapat terisi penuh sebelum sensor mentrigger di semua range RPM maka waktu maksimum untuk mengisi kapasitor harus kurang dari waktu putaran crankshaft pada RPM maksimum. Pada kasus ini waktu pengisian harus


Dengan daya out CDI yang telah diketahui yaitu 9 watt, dapat kita hitung berapa energi yang dilepaskan oleh CDI. Energi inilah yang menjadi jaminan kualitas CDI yang kita gunakan. Energi ini dihitung dengan rumus P = E/T atau menjadi E = P*T. T disini adalah waktu pada RPM maksimum yaitu 0.003 sekon ( T=1/f, f=333.333Hz). Sehingga diperoleh E = 9*0.003 sama dengan 0.027 Joule. Dengan rumus energi kapasitor maka diperoleh besaran C = 2*E/(V*V) yaitu 0.0000006 Farad atau 0.6 mikro Farad.



capacitor
Dengan teori daya, maka daya yang dikeluarkan CDI maksimum sama dengan daya input yaitu 9 watt. Disini diasumsikan efisiensi sistem adalah 100 %. Pada kenyataannya tidak ada sistem yang memiliki efisiensi 100 %. Pada prakteknya efisiensi untuk pembangkitan tegangan tinggi seperti CDI berkisar di 80-85%, namun dengan disain rangkaian dan penggunaan komponen yang baik dapat diperoleh efisiensi 90%. Efisiensi lebih dari 95% belum dapat dicapai dengan teknologi komponen yang ada saat ini. Efisiensi 100% digunakan hanya untuk mempermudah hitungan kita saja, namun untuk hasil perhitungan yang lebih akurat sebaiknya besarnya efisiensi juga harus diperhatikan.


Energi 0.027 Joule diperoleh dengan efisiensi 100%, bagaimana jika efisiensi bukan 100%? Katakanlah desain CDI memiliki efisiensi 85%, maka energi output CDI adalah 0.0229 Joule. Pada mesin bakar ada parameter MIE (Minimum Ignition Energy) atau energi minimum yang dibutuhkan agar mampu membakar gas di dalam ruang bakar. Besarnya MIE ini untuk tipikal mesin 1 silinder adalah 0.020 Joule. Dari sinilah kita bisa mengetahui sebenarnya seberapa baikkah CDI yang kita gunakan. Dari kasus diatas ternyata beda energi CDI hanya sekitar 0.0029 Joule yang artinya sangat kecil. Artinya apakah dengan mengganti CDI dengan yang kita gunakan saat ini telah sesuai dengan ekspektasi?


Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa produsen CDI yang baik harus mencantumkan energi dari CDI mereka karena hal inilah yang menjadi jaminan bahwa produk mereka memang bagus. Karena energi CDI ini sangat bergantung pada arus input, maka tak heran jika produsen CDI terkemuka selalu mengeluarkan spesifikasi CDI sesuai dengan keperluannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi “tekor” pada accu yang digunakan. Sebagai contoh, pada aplikasi CDI untuk keperluan harian (daily use) harus dikompensasi antara energi yang digunakan dengan pemakaian arus yang tidak melebihi kapasitas pengisian accu. Contoh lainnya pada aplikasi pengapian untuk drag race. Untuk kasus ini mungkin  saja tidak memperhitungkan berapa arus pengisian accu. Karena pada drag race mesin hanya hidup selama beberapa menit saja dan selama itu pula semua sumber daya yang ada di mesin di explore sebanyak-banyaknya termasuk penggunaan energi CDI sebesar-besarnya dengan arus maksimal dari accu yang digunakan.


Timing pengapian dan setingan lain tentu juga berpengaruh pada hasil akhir performa mesin, namun jika kita lihat dari sisi CDI itu sendiri, energi output lah yang menentukan kualitas CDI. Dengan timing dan setingan lain yang sama, CDI dengan energi yang lebih besar akan menghasilkan performa mesin yang lebih baik.



contoh timing pengapian
Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin membuat CDI dengan spesifikasi “high energy” namun dengan konsumsi arus yang kecil, dan tentu saja hal ini bertentangan dengan hukum daya. Ingatlah bahwa rumus daya, tegangan, arus  (hukum kekekalan energi) adalah sudah matang alias sudah tidak bisa diutak-atik lagi sehingga semua hitungan dari spesifikasi CDI jelas tidak berbohong.


Semoga tulisan ini bermanfaat dan semakin menambah wawasan kita mengenai apa itu CDI, bagaimana CDI yang baik dan seberapa besar energi pembakaran yang dihasilkan serta apa saja konsekuensi yang ditimbulkan dengan penggunaan CDI yang kita gunakan.

Roller racing

Memilih dan Merawat Roller yang Tepat Untuk Motor Matic
korek mesin motor Fungsi roller pada motor matic adalah untuk memberikan tekanan keluar pada variator hingga dimungkinkan variator dapat membuka dan memberikan sebuah perubahan lingkar diameter lebih besar terhadap belt drive sehingga motor dapat bergerak. Kinerja variator ini sangat ditentukan oleh Roller, baik itu bentuk maupun bahan roller, dan yang terpenting adalah berat dari roller.
Bentuk roller yang baik harus lah berbentuk bundar, bentuk bundar dan sempurna mempermudah pergerakan dari variator, bila bentuknya sudah tidak bundar, maka sudah waktunya Anda mengganti Roller motor matic Anda. Bahan yang dipergunakan biasanya terbuat dari bahan teflon karena sifatnya yang licin, keras, dan tahan panas.

Meningkatkan Aselerasi dan Top Speed
Dikarenakan roller sangat berpengaruh terhadap perubahan variabel dari variator, tentu akan sangat berpengaruh terhadap performa motor matic. Aselerasi dan Top Speed sulit didapatkan secara bersamaan dalam sebuah motor matic tanpa meningkatkan kinerja dapur pacu. Dalam meng-”utak-atik” roller, Anda hanya akan dihadapkan pada pilihan: “Aselerasi” atau “Top Speed”.
Bila kita sering melakukan perjalanan di dalam kota, melewati kemacetan, kondisi yang “stop and go”, dan jarak yang tidak terlalu jauh, pilihan Anda sebaiknya adalah Aselerasi. Aselerasi akan lebih baik bila Roller memiliki berat lebih ringan. Misalnya, bila berat standard dari roller yang dipergunakan adalah 13 Gram, Anda akan mendapatkan sensasi aselerasi ini dengan menggunakan roller 12 Gram.
Namun bila Anda sering melakukan perjalanan antar kota dengan jarak yang cukup jauh atau bahkan touring dengan rekan – rekan Anda. Pilihan Top Speed lebih cocok dipergunakan. Sama dengan contoh kasus diatas, Top speed yang lebih baik akan Anda peroleh dengan mengganti Roller dengan yang lebih berat dari berat standard, misalnya 14 Gram.
Membersihkan Roller
Membersihkan Roller secara berkala juga diperlukan, dengan menggunakan bensin dan kuas, Anda dapat menghilangkan debu-debu dan kotoran yang menempel. Untuk beberapa jenis motor matic yang memerlukan pelumasan (grease) pada roller, memerlukan pemeriksaan dan perawatan lebih sering dari pada yang tidak menggunakan pelumasan.
Aselerasi dan Topspeed Bersamaan
Saat ini, saya menggunakan Roller yang terbilang tidak biasa, roller yang tidak bundar. Roller yang saya pergunakan sekarang adalah produksi dari Dr. Pulley dari Taiwan, yang disebut dengan Sliding Roller. Dengan mempergunakan berat kombinasi 12 dan 13 gram, tarikan terasa lebih merata pada tarikan awal, aselerasi, maupun pada putaran tinggi. Aselerasi dan Deselerasi juga cukup mengagumkan…

Roller ini terbilang cukup unik, harganya pun bisa sampai 12 kali dari roller biasa. Bahan yang dipergunakan terbilang lebih awet, menurut pembuatnya ia menyebut bahan teflon ini dengan sebutan SL-9. Setelah satu tahun lebih, dan berjalan sejauh 25.000 Kilometer, kondisi Roller tersebut masih cukup bagus. Kemungkinan masih bisa dipergunakan hingga 2 tahun kedepan.
Roller Dr. Pulley ini tersedia untuk berbagai merk scooter matic yang beredar di Eropa dan Taiwan seperti Yamaha Majesty (125 dan 250), Honda, Kymco, Suzuki Skywave 250, Piaggio, GY6 Based Scooter (Kymco, SYM), Gillera, Aprilia, Malaguti, Peugeot.
Untuk beberapa Tipe Scooter Matic yang berada di Indonesia dapat juga di terapkan: Honda Vario, Suzuki Spin 125, dan Kymco semua jenis matic (Trend 125, Trend SR 125, Easy/Easy JR 100, Free LX 110, Free EX/ECX/MX 100, Dink 150, Grand Dink 250, dan Xciting 500).
Ide Konstruksi, Bahan, dan Bentuk dari Sliding Roller Dr. Pulley ini telah dipatenkan oleh penemunya, dan telah beredar ke negara-negara eropa dan Amerika.

Hasil Test Performa:
Beli sliding roller bisa di Dutamatic Bandung, terakhir saya kesana masih ada barangnya, atau bisa hubungi teman-teman angkringan atau masuk ke kymco.or.id . Beberapa rekan telah mengimpor sliding roller, hit clutch, dan variator dr.pulley dari Taiwan. Anda juga bisa memesan melalui situsebay , hanya untuk diketahui, Yamaha Mio, Suzuki Spin, Suzuki Skywave, Honda Beat, Honda Vario, tidak terdapat / populer di wilayah eropa / taiwan. Hanya saja, beberapa rekan pernah mengujicobakannya dan cocok di Yamaha Mio, Suzuki Spin, dan Honda Vario.korek mesin motor

RUMUS MENGHITUNG RASIO KOMPERSI

RUMUS MENGHITUNG RASIO KOMPERSI
Mungkin sebagian dari kita dah ngerti cara menghitung rasiokompresi.. Langsung saja..

Dari rumus di wikipedia (tanpa piston volume)
b = cylinder bore (diameter)
s = piston stroke length
Vc = volume of the combustion chamber (including head gasket). This is theminimum volume of the space into which the fuel and air is compressed, prior toignition. Because of the complex shape of this space, it usually is measureddirectly rather than calculated.
Dengan piston Volume
CR=(Vc+(D-PV))/Vc-PV
CR = Compression Ratio
Vc = volume of the combustion chamber (including head gasket).
D = Displacement.
PV = Piston Volume
 Kenapa ada piston Volume? Karena jika aplikasi Flat top piston maka gak adamasalah, namun jika masang piston cekung atau cembung (jenong) maka Volumesilinder atau displacement tentu berubah karena dikurangi/ ditambahi olehcekungan dan cembungan piston crown..

Ato rumus simpelnya.
Volume Silinder + Volume Ruang bakar (termasuk ketebalan gasket) / Volume Ruangbakar..
Misal Scorpio saya..


Displacement (Volume silinder) = 223 cc
Volume Chamber (ruang bakar) = 22.069 cc
Volume Gasket (tebal 1.1mm) = 4.231 cc
Piston Volume = 0 cc (Flat, gak dihitung)
Maka rasio kompresinya adalah :
223 + (22.069+4.231) / (22.069+4.231)
223 + 26.3 / 26.3
249.3 / 26.3
= 9.47 dibulatkan jadi 9.5 : 1
Sesuai spek di brosur..
Rumus diaBos-bos pasti dah tahu cara ngitung Volume silinder atau displacementkan?


 Rumusnya,
3.14 X Bore X Bore X Stroke / 4
Misal scorpio saya lagi..
Bore = 70 mm
Stroke = 58 mm
Jadi, 3.14 X 70 X 70 X 58 / 4, ketemunya 223 cc tadi..
Tetapi, pernah baca kurva Cam, seperti ini?Ato punyaKharisma di bawah ini?
Klep masuk buka 2° sebelum TMA, nutup 25° sesudah TMB
Klep buang buka 34° sebelum TMB, nutup 0° sesudah TMA
Ato Kawasaki athlete yg di post bos Hanx13 ini..
Inlet :
Buka : 20sebelum TMA
Tutup : 60setelah TMB
Durasi : 260 
Exhaust :
Buka : 55sebelum TMA
Tutup : 25setelah TMB
Durasi : 260 
Yang saya BOLD adalah inlet nutup (intake closing).. SELALU menutupsetelah TMB..
Padahal, rumus volume silnder, menggunakan Stroke (180 derajat crack setelahTMA, 0 derajat TMB) yg full.. alias dalam scorpio saya 58 mm..
Dimana saat itu, KLEP HISAP MASIH MEMBUKA.. bagaimana piston mengkompresi jikaklep hisap masih membuka??
Nah, karenasaya blom tahu (blom punya datanya) kapan klep hisap scorpio menutup.. Sayatrus mencoba mbongkar mesin tepat setelah klep hisap menutup.. jadi posisipiston di silinder seberapa.. (diukur dengan dial gauge, blom punya busurderajat) lalu ane ukur pake sigmat.. Berapa Stroke YANG SISA, setelah klephisap menutup.. supaya bisa dicari Rasio Kompresi Efektifnya..
Disebut Efektif karena baru saat itu Piston benar-benar meng kompresi..
Disebut juga Rasio Kompresi DINAMIS
Ketemu STROKE setelah klep hisap menutup adalah 25.4mm!! (Hampirsetengah stroke)
Volume efektif jadinya (saat kompresi)
3.14 X 70 X 70 X 25.4 / 4 = 97.576cc
Rasio Kompresi efektif (Volume silinder + Volume chamber dibagi volume chamber)=
98cc + 26.3cc / 26.3cc = 4.73

RUMUS PERHITUNGAN KNALPOT
  
Tuned EXHAUS VALVE OPEN DEGREE BEFORE B.D.C 

R P M 
50° 55° 60° 65° 70° 75° 80° 85° 90° 
8.000 21.5 21.9 22.5 23.0 23.6 24.1 24.6 25.2 25.8 
8.500 20.0 20.5 21.0 21.5 22.0 22.5 23.0 23.5 24.0 
9.000 18.7 19.2 19.6 20.1 20.6 21.1 21.5 22.0 22.5 
9.500 17.6 18.0 18.4 18.9 19.4 19,8 20,2 20.7 21.2 
10.000 16.5 16.9 17.4 17.8 18.3 18.6 19.1 19.6 20.0 
10.500 15.6 16.0 16.4 16.8 17.2 17.6 18.0 18.4 18.8 
11.000 14.8 15.1 15.5 15.9 16.3 16.7 17.0 17.4 17.8 
11.500 14.0 14.3 14.7 15.1 15.5 15.8 16.2 16.6 17.0 
12.000 13.3 13.6 14.0 14.3 14.7 15.0 15.4 15.8 16.1 


P = 850 X ED - 3 
RPM 
ID = √CC ______ X 2.1 
(P+3)X 25 
IDS =  ID² X 2 X 0.93 
P = PANJANG HEADER ( INCH ) RPM = PUTARAN MESIM MAXIMUM 
ED = EXHAUS DURASI = 180° + KLEP EXHAUS MEMBUKA SBTMB 
ID = Ø DALAM PIPA P = PANJANG PIPA HEADER ( INCH ) 
Ø PIPA HEADER MINIMUM SAMA Ø KLEP EXHAUS 
IDS = Ø DALAM PIPA SEKUNDER 
EXE : EX CLOSE : 80° SB.TMB RPM : 11.000 VOL CYLND : 110cc P : 17.0” / 431.8mm 

110 .
( 17.0 + 3 ) X 25
ID= 110 X 25
17,0+3 X 25
ID = 0.98 ins / 24.89 mm 
IDS = ( 0.98X2 ) X 0.93 
IDS = 1.28 ins / 32.7 mm



Cara menghitung durasi camshaft/kem lewat cam gear
  
Masih banyak mekanik yang malas belajar hitung derajat durasi kem pada korek mesin 4-tak. Umumnya hanya pahami perubahan hitungan buka-tutup klep pada mata sproket keteng atau gigi sentrik


Kerugiannya, hitungan itu sulit dipahami ukurannya. Terutama untuk kepentingan riset lanjut ke bagian lain, seperti knalpot atau pengapian. Juga dianggap kurang presisi lantaran mata gir ukurannya gede.
Otomatis, riset akan berjalan serba meraba. Makanya, lebih bagus jika ada hitungan derajat yang mudah dimengerti banyak orang,
Maksudnya, hitungan derajat itu memudahkan patokan riset bagian lain dengan mudah. Misal, mau pasang kurva pengapian X karena butuh untuk durasi yang relatif panjang Y derajat. Beda dengan kalau patokannya buka di X mata setelah TMA dan nutup Y mata sebelum TMA, Gimana coba? Pusing kan?
Nah,cara sederhana hitung derajat dengan membaca buka-tutup di gigi sentrik. Meski enggak presisi benar, tapi paling tidak kita bisa pahami dan ambil patokan dalam riset
Caranya mudah. Pertama, Bagi dulu 360 derajat dengan jumlah mata pada gigi sentrik. Maka akan ketemu patokan nilai setiap mata gigi itu berapa derajat
Coba kita simulasikan di Honda Supra. Jumlah mata gigi sproket keteng ada 28 mata. Maka 360/28=12,85. Dibulatin jadi 13 derajat.
Sebelum lanjut, sepakati dulu yang akan dihitung adalah durasi putaran kem. Beda dengan hitung durasi putaran poros engkol atau crank-saft. Karena, dua kali putaran poros engkol sama dengan satu kali putaran kem,
Memakai asumsi tadi, maka ketika kita coba bagi lingkaran gigi sentrik itu jadi empat quadran. Masing-masing kuadaran I, II, III, IV, maka 180 derajat dari posisi TMA akan ketemu TMA lagi. Demikian pula dengan posisi TMB (gbr. 2).
Perlu disepakati pula cara hitung dari titik quadran itu. Biar mudah, klep out dihitung giginya di posisi setelah TMA. Baik buka maupun tutupnya
Sehingga, untuk klep in dihitung giginya sebelum TMA atau sesudah TMB, dan nutup sebelum TMA atau sebelum TMB (gbr. 3).
Misal, klep buang membuka 3 mata setelah TMA, artinya 3X13 = 39 derajat setelah TMA. Atau 51 derajat sebelum TMB> Kalau nutup 2 mata setelah TMA, maka bisa dihitung 2X13=26 derajat setelah TMA.
Berarti, durasinya kem buang (90-39) + 90 + 26 = 167 derajat. Kalau model kem kembar in dan out-nya, maka durasi total gabungan kem adalah 2 X 167 = 334 derajat. Begitu pula dengan durasi poros engkol yaitu 334 derajat.
Kalau hitungannya dari klep in, maka cara hitungannya adalah derajat bukaan sebelum TMA + 90 + gigi nutup. Misal, buka 4 mata sebelum TMA dan nutup 2 mata sebelum TMA, maka (4X13) + 90 + (2X13)= 52+90+26= 168 derajat.
Toleransi penggunaan mata gigi melesetnya lumayan jauh. Dibanding penggunaan derajat berkisar antara 1-5 derajat. Enggak bisa pastikan pas banget berada di posisi 1 mata, 0,5 mata atau 0,25 mata persis dan presisi mungkin.
Satu lagi, agar mudah, penghitungan dimulai dengan patokan kerenggangan klep 0, serta dihitung sejak 0,1 mm klep ngangkat. Jadi enggak menyulitkan dan enggak berbeda-beda ambil patokannya

Menentukan Diameter Klep
  
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

Menetukan diameter klep. 
Menetukan diameter inlet atau lubang isap pada skubek, semisal di kelas 150 cc tenaga puncaknya sekitar di 9500 rpm. Peak power tidak tidak di rpm 11.500 atau 14.000. Mesin skubek korekan terkini, peak power rata-rata berada di 9.500 rpm. 
Angka keramat itu ada hubungan dalam penentuan besar diameter klep. Rumusnya dijabarkan dalam buku four stroke performance tuning karya A. Graham Bell. 
Yaitu: 
 CVx rpm 
Va = GS x K 
Va = Luas klep dalam inci 
CV = Volume silinder dalam cc 
Rpm= rpm letak peak 
K = konstanta, mesin 2 klep 5.900 dan 5.400 mesin 4 klep. 
GS = Gas Speed ft/sec 
Besarnya tergantung penggunaan mesin dan bentuk ruang bakar. Mesin fullrace ruang bakar bathtub 230-240 ft/sec. Jenis pent roof dan hemi 260-280ft/sec dan wedge 240-255ft/sec. Mengenai bentuk ruang bakar akan ditulis pada bab berikutnya. Pasti ada. 
Kebanyakan untuk balap menggunakan jenis ruang bakar bathtub. Diambil Gs = 240ft/sec. Mari coba menentukan diameter klep mesin 150 cc(CV), rpm peak power 9.500, menggunakan 2 klep berarti K = 5.900. Maka luas diameter klep isap yaitu: 
v:shapes="_x0000_i1026">Va = 150x 9.500 
240 x 5.900 
 Va = 1.425.000 
1.416.000 
Va = 1 inci² 
Jika mau mencari jari-jari atau setengah diameter klep tinggal menggunakan rumus luas lingkar.
 r = Va/3,14 = 1/3,14 = 0,56 inci. Jika ingin konversi dalam satuan millimeter tinggal di kalikan 25,4.Maka r = 0,56 x 25,4 = 14,224 mm, Jadi diameter klep yaitu 14,224 x 2 = 28,5 mm.
Ini contoh untuk skubek 150 cc dan peak power 9.500 rpm digunakan klep diameter 28,5 atau 29. 
Sudut Daun Klep Racing
  

korek mesis motor kita saatnya membahas perlakuan terhadap klep baru. Terutama pada bagian bibir payung klep. Harus dibikin dua sudut bertingkat. Sudut paling bawah 45 derajat dan atas 30 derajat (gbr. 1). Maksudnya supaya aliran gas bakar lebih lancar dan mampu meningkatkan tenaga mesin.
dua sudut bertingkat itu harus diimbangi juga pada sitting klep atau dudukan katup. “Supaya klep mampu menutup rapat dan kompresi tidak bocor,klo bocor semua jadi percuma,ngempos,g lari,memalukan.

Lebih rinci tentang pembuatan sitting klep,Diameter dalam sitting klep juga harus dibikin multi-angle seat. Tingkatanya yaitu 75o, 60o, 45 derajat dan 30 derajat (gbr. 2) ,

Dari tingkatan itu bisa ditebak. Nantinya sudut 45o di bibir payung klep akan ketemu dengan sudut 450 di sitting klep . Jadi klop dan tidak perlu terlalu lama skir klep,
permukaan diameter dalam sitting klep juga harus dibikin radius atau jari-jari. Besarnya jari-jari itu 10-12% dari diameter klep. Lebih jelas silakan perhatikan gambar (gbr. 3). 
Paling penting lagi supaya aliran gas bakar lancar jaya kudu cermati besar diameter dalam sitting klep. “Menurut teori sih 88 sampai 90% dari diameter payung klep,” ungkap brother yang sedang mendambakan pasangan hidup baik hati itu.

Misal klep isap TK 28 mm yang banyak dipakai mekanik untuk bebek 4-tak 125 cc. Tinggal dikalikan 28 x 88% = 24,6 mm. Jika mau lebih besar tinggal hitung dari 28 x 90% = 25,2 mm.

Perlu diperhatikan juga ketika membuat dudukan klep yaitu diameter luar. tergantung dari diameter klep dan luas ruang bakar. Misalnya pakai klep TK 28 mm. Diameter dalam sitting klep 24,6 mm dan diameter luar 30 mm.

Satu lagi yang mesti diperhatikan yaitu tinggi sitting klep. “Supaya tahan pukulan tingginya 5-6 mm. Bahan yang digunakan besi ancuran (iron cast) atau albronch,
ALBRONCH DAN TEMBAGA

Bikin sitting klep banyak tukang bubut sudah pada tahu. “Paling sip material albronch. Selain lunak juga tahan pukulan,
Untuk bahan bos klep, Wok memilih tembaga. Punya sifat licin tapi tahan gesek,demilaianlah ulasan mengenai klep buat para korek mesin motor

Rumus Knalpot 2Tak
Durasi Knalpot
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4
EXHAUS DURASI
RPM DURASI
10.000 – 11.000 194 ° - 196
11.000 – 12.000 196 ° - 198 °
12.000 – 13.000 198 ° - 200 °
13.000 – 14.000 200 ° - 202 °
14.000 -15.000 202-204 

RUMUS DURASI EXHAUS
T² + R² - L².
2 X R X T

PANJANG STANG PISTON
DURASI EXHAUS = ( 180° – CO) X 2
 T = R + L – E 
R = STROKE DIBAGI 2
L = PANJANG STANG PISTON 
E = TINGGI LOBANG EXHAUS DARI T.M.A
EXE : 1 YAMAHA F.1.ZR

STROKE : 52mm TINGGI EXHAUS : 26mm PANJANG CONROD : 96mm
R = 52 : 2 = 26mm E = 26mm L = 96mm T = 26 + 96 – 26 = 96mm
6² + 26² - 96².
2 X 26 X 96


D = ( 180° – COS ) X 2

D = ( 180° – COS O,135416666 ) X 2

D = ( 180° – 82,217 ) X 2

D = 97,782 X 2 = 195,565  DURASI EXHAUS = 196°  11.000 RPM

EXE : 2
STROKE : 52mm TINGGI EXHAUS : 25mm PANJANG CONROD : 96mm

R = 52 :2 = 26mm E = 25mm L = 96mm T = 26 + 96 – 25 = 97mm


97² + 26² - 96².
2 X 26 X 97


D = ( 180° – COS ) X 2

D = ( 180° – COS O,172283901 ) X 2

D = ( 180° – 80,079 ) X 2
D = 99,921 X 2 = 199,842  DURASI EXHAUS = 200°  13.000 RPM
EXHAUST PIPE * 
  
L = ED X42545
RPM



L = PANJANG IDEAL KNALPOT . ( dari PISTON sampai pertengahan CONE BAFLE ).

ED = Exhaust Durasi

RPM = Putaran mesin pada Exhaust Durasi


EXE : 1 EXHAUST : 26mm DURASI : 196° RPM : 11.000



L = 196 X 42545 = 758mm
11.000



EXE : 2 EXHAUST : 25 mm DURASI : 200° RPM : 13000


L= 200 X 42545 = 654.5 mm
13.000

* HEADER
Ø Port dalam exhaust : 100cc  140cc 34mm  40mm
140cc  175cc 40mm  46mm
Panjang haeder : 7.8  8.8 x Ø Port exhaust

Sudut header : 1°  2° max ( road race ) . 2°  3° max ( motocross )
 * FLANK . Jarak antara piston dan header : 60mm – 80mm

* DIFFUSER Sudut Diffuser : Stage 1 = 6.5 °  7.5 °
Stage 2 = 4.5 ° ; 7.5 °
Stage 3 = 4.5° ; 7.5° ; 9°  10°

*BELLY
Ø Belly 2  3 X Ø Port exhaust Panjang belly = L – ( Header + Diffuser + ½ Bafle )
*BAFLE
*STINGER PANJANG PIPA Ø DALAM PIPA

125cc – 145cc ------ 150mm – 265mm 19mm – 23mm
145cc – 175cc ------ 150mm – 320mm 22mm – 27mm

KAREKTER SEBUAH MESIN
Belajar seluk beluk njerohan motor, emang sangat menyenangkan, tapi apa daya lha wong mau ngubek-ngubek udah keburu kepala puyeng, abisnya tiap hari yang dikotak-katik tentang computer tapi hobinya motor, wis terkadang ora nyambung babar blas…. Eh pas kemaren berselancar kok dapat artikel yang lumayan bikin kesengsem.
Monggo belajar sareng-sareng biar ngerti jenis motor yang tiap hari berseliwiran dijalan.. biar gak salah kaprah juga tho ? monggo pelototin ilustrasi jenis mesin dibawah :
  
Mungkin kebanyakan dari kita dalam melihat tenaga motor hanya pada kapasitas silinder saja. Tetapi tahukah anda kalau Bore x Stroke pada motor juga mempengaruhi karakteristik pada motor? Kata “Bore” sendiri memiliki arti yang artinya adalah diameter piston atau orang bengkel biasa menyebutnya seher. Sedangkan kata “Stroke” berarti langkah piston. Penghitungannya adalah Bore di bagi Stroke, tetapi anehnya diluar negeri kebanyakan penghitungannya Stroke di bagi Bore. Hasil dari pembagian Bore di bagi Stroke bila di bawah angka 1 memiliki nama Over Stroke/Under Square. Bila di atas angka 1 bernama Over Bore/Over Square. Bila tepat pada angkat 1 bernama Square.


Over Stroke/Under Square 
/ Long Stroke
Jenis motor ini berarti memiliki langkah piston yang lebih panjang ketimbang lebar piston. Karakteristik mesin seperti ini memiliki tenaga dan torsi pada RPM rendah hingga menengah. Motor jenis ini sangat cocok untuk motor harian. Ibarat mobil ini merupakan jenis SOHC. Tetapi kelemahan dari jenis motor ini adalah minimnya tenaga dan torsi pada RPM tinggi, sehingga tidak menghasilkan tenaga yang signifikan tetapi menghasilkan getaran dan suara mesin yang tinggi.

  

Over Bore/Over Square 
Jenis motor ini memiliki lebar piston yang lebih besar ketimbang langkah piston. Karakteristik mesin ini memiliki tenaga dan torsi pada RPM menengah hingga tinggi, biasanya di aplikasikan pada motor-motor sport. Jenis mesin seperti ini tidak cocok untuk daerah perkotaan yang macet.
Square 
Jenis motor ini memiliki diameter & langkah piston sama sehingga tenaga dan torsi yang lebih merata mulai dari RPM rendah, menengah, hingga tinggi. Jenis motor ini banyak digunakan pada motor sehari-hari dan hampir seluruh motor bermesin ini dapat melahap segala medan baik dari perkotaan maupun luar kota…..
Nah motor Yamaha F1ZR adalah salah satu dari jenis mesin square lho… seru tho?? Mantep tenan..